Sabtu, 29 Januari 2011


Tertawa membakar kalori?


Segala sesuatu yang dilakukan seseorang sepanjang hari bisa membakar kalori, termasuk saat sedang tertawa. Tapi berapa kalori yang dibakar saat orang sedang tertawa?

Selama ini masyarakat sangat akrab dengan istilah tertawa adalah obat yang paling baik, salah satunya adalah untuk membakar kalori yang ada di dalam tubuh. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Vanderbilt University tertawa bisa membakar kalori dan juga memberikan manfaat kesehatan lainnya bagi orang yang melakukan.

Seperti dikutip dari Livestrong, tertawa bisa meningkatkan detak jantung sebesar 10-20 persen. Saat detak jantung meningkat akan membuat metabolisme menjadi lebih cepat yang membuat kalori di dalam tubuh ikut terbakar setelah seseorang berhenti tertawa.

Studi Vanderbilt University menuturkan tertawa dapat meningkatkan pengeluaran energi dan sirkulasi udara. Jika seseorang tertawa selama 10-15 menit, maka ia akan membakar kalori sebanyak 10-40 kalori. Hal ini tergantung dari berat badan yang dimiliki dan juga tingkat aktivitasnya. Dalam setahun seseorang bisa turun 4 kilogram dengan cara cukup menikmati diri sendiri dan tertawa.

Studi yang dilakukan tahun 2005 ini dilakukan oleh 45 pasangan yang ditempatkan di dalam ruang metabolik. Setiap pasangan diharuskan melakukan sandiwara komedi selama 10 menit. Ketika tertawa didapatkan konsumsi oksigen yang meningkat sehingga bisa membakar kalori yang membuat berat badan menurun.

Berdasarkan sebuah studi terbaru juga menunjukkan bahwa tertawa bisa menular. Hal ini karena otak akan merespons suara tawa dan menghubungkan otot-otot wajah sebagai persiapan untuk bergabung dengan ekspresi kegembiraan tersebut.

Selain bisa membakar kalori, tertawa juga dapat meningkatkan kualitas kesehatan seseorang melalui beberapa cara, yaitu:

1. Loma Linda University menemukan bahwa tertawa dapat meningkatkan kadar immunoglobulin sebesar 14 persen yang berguna untuk memerangi penyakit.
2. Johns Hopkins Medical School menemukan melihat orang tertawa dapat meningkatkan kapasitas otak.
3. Studi dari UCLA menemukan tertawa dapat membantu manajemen rasa sakit.
4. University of Maryland menemukan korelasi antara tertawa dengan perbaikan sirkulasi.


Bagi yang kurus disarankan agar tidak banyak tertawa, fatal akibatnya, nanti semakin kurus. Kwakwakwakwakkwkwkkw…

Jumat, 14 Januari 2011

Silsilah Raja Sipayung Dan Tarobo Silalahi Sabungan

Marga Sipayung  adalah anak (sub) marga dari Situngkir. Sipayung berasal dari Lumban Parbaba, Samosir. Dari sini, keturunan Sipayung kemudian menyebar ke Tanah Karo dan Simalungun. Di Tanah Karo mereka di sebut Sembiring Sinupayung. Marga Sipayung memiliki saudara seayah-seibu, yaitu marga Sipangkar.

Pada Suku Simalungun, kehadiran marga Sipayung dapat diterima setelah marga Sipayung mengikat "padan" atau sumpah dengan marga Sinaga. Tidak heran kemudian , kalau di Simalungun, marga Sipayung seringkali disamakan denga marga Sinaga. Akibat padan ini, kekerabatan antara Sinaga dan Sipayung di Simalungun sangat begitu dekat. Di Simalungun Kahean, dahulu seringkali didapati penamaan Sipayung Sinaga , yang menyatakan sebenarnya bahwa marga mereka adalah Sinaga.

Menurut cerita, keberadaan Sipayung di Simalungun Kahean berasal dari daerah Kerajaan Dolog Silou ( sekitar Dolog Marawa/Marubun )yang kemudian barulah kemudian menyebar ke daerah Simalungun hilir lainnya. Pada zaman kolonial Belanda, Kerajaan Dolog Silou terbagi dalam distrik Dolog Silou dan Silou Kahean.

Menyimak komposisi marga-marga yang secara sah mendiami tanah Tolping diketahui pula bahwa mereka adalah marga-marga pendahulu yang mendiami negeri tersebut. Itu sebabnya mereka disebut dengan SIPUKKA HUTA dalam satu BIUS. Kelompok BIUS adalah pemangku sah akan tanah-tanah di seluruh bius (negeri) tersebut. Dan ini bukan sembarang , karena pembentukan satu BIUS dilakukan dengan hati-hati (sakral) dan terhormat.
Komposi marga-marga SUHUT di ranah [golat] TOLPING AMBARITA , Samosir, dikuasai oleh campuran berbagai marga, di antaranya : Raja Bona ni Ari (marga Sihaloho), Raja Pande Nabolon (marga Silalahi), Raja Panuturi (marga Silalahi), Raja Panullang (marga Sigiro), Raja Bulangan (marga Sidabutar – Nai Ambaton), Raja Pangkombari ( marga Siallagan). Perlu dicatat juga bahwa sebeumnya negeri TOLPING merupakan bagian dari bius Ambarita, setelah sekian waktu kemudian mereka membentuk bius tersendiri. Keberadaan Siraja Tolping tidak termasuk dalam komposisi Bius Tolping. Pertanyaannya, jika bukan kebohongan belaka, lalu dimanakah Raja Tolping Silalahi saat Horja Bius Tolping Ambarita dilakukan ?

Pernyataan Siraja Tolping muncul setelah fase Bius Tolping dilakukan dan kerena itu sangat relevan jika dikatakan bahwa asal mula marga Silalahi di Tolping  diawali dari Siraja Tolping , yaitu keturunan keturunan Raja Partada. Raja Partada ialah anak dari Bursokraja ( red. Bursokraja adalah yang  meninggalkan Silalahi Nabolak dan sebelumnya merantau ke Panguruan dan menikahi putri Simbolon Tuan. Bursokraja juga menamai dirinya Ompu Sinabang alias Ompu Lahisabungan).  Sampai saat ini, makam / tambak Ompu Lahisabungan ada di Dolok Paromasan ( tanah pebukitan khusus tempat pekuburan ) di Pangururan , Samosir. Keturunan Raja Partada kemudian memakai Silalahi. Sejak Horja Bius Tolping pula, maka saat ini, dari Tolping Ambarita sampai ke Parbaba , Buhit, Pasir Putih dan Pangururan, marga-marga keturunan Raja Silahisabungan sejak itu telah mendiami sepanjang pesisir daerah Samosir  ini.


Demikian halnya di Pangururan. Kelompok BIUS di Pangururan Samosir, keberadaan marga Silalahi termasuk dalam kategori marga pendatang. Hal ini terlihat jelas dari posisi marga Silalahi sebagai Raja Boru diantara marga Raja Tanah (Partano Golat) atau marga Suhut ni huta di negeri Bius Pangururan. Disebut Sitolu Hae Horbo , awalnya menyatakan keberadaan 3 marga Sipungka Huta negeri Pangururan, yaitu marga : Naibaho,  Sitanggang dan Simbolon. Dari marga tanah ( suhut ni huta ) inilah kemudian terbentuk Raja Partali dari marga-marga pendatang yang menjadi bagian (parboruon) marga Suhut ni huta , misalnya : Dari marga Naibaho, dibentuk Raja Partali Naibaho yang terdiri dari marga Siahaan, Hutaparik, Sitangkaran, Sidauruk, dan Siagian. Sedangkang marga Sitanggang, dibentuk Raja Partali Sitanggang, Sigalingging, Malau, danSinurat. Kemudian dari marga Simbolon, dibentuk Raja Partali Simbolon, Tamba, Nadeak, dan Silalahi.

    ( Perhatikan : Pada fase ikatan Bius Sitolu Hae di Pangururan, posisi marga Silalahi dan Sinurat adalah sama / selevel ). Artinya Silalahi adalah satu generasi dengan Sinurat, yaitu cicit Raja Silahsabungan.

Fakta ini membuktikan status kekerabatan antara marga Silalahi dengan marga Simbolon di Bius Pangururan, dimana mempoisikan tingkat (hanya karena sebagai boru / pendatang) dari marga Silalahi di Bius Pangururan, hal ini  karena marga Silalahi adalah pendatang di Bius Pangururan dan juga hanya sebatas menjadi Boru dari Simbolon Tuan saja!  Ini artinya tidak semua marga Simbolon memiliki hubungan kekerabatan (tutur) Boru kepada marga Silalahi di Pangururan.

Selain itu, pada Horja Bius  Sitolu Hae dapat kita perhatikan ada marga Sinurat dan Silalahi ( keduanya keturunan Raja Silahisabungan ). Kita tau bahwa marga Sinurat merupakan generasi (cucu ) dari Raja Parmahan Silalahi di Taba Holbung, Balige. Artinya, Sinurat dan Silalahi sebagai pendatang ( boru ) di Pangururan adalah fakta dalam fase waktu yang bersamaan. Silalahi Tidak lebih dulu ada di Pangururan, karena Bius Sitolu Hae merupakan pengukuhan keberadaankaum/marga di ( Bius ) Pangururan. Hal ini juga jelas bahwa keturunan Simbolon Tuan yang mengakui keberadaan Silalahi sebagai Boru Sihabolonan klan Simbolon di Pangururan, bukan Raja Silahisabungan, sebagaimana “kebohongan” yang sering dikatakan kelompok Silalahi Tolping / Pangururan , atau Silalahi Raja.

Jelaslah sudah , ini adalah relevansi dan dasar pernyataan bahwa Raja Silahisabungan tidak pernah berdiam atau tinggal di Pangururan Samosir atau di Tolping Ambarita.  Keberadaan marga Silalahi di kedua negeri ini adalah dimulai oleh keturunan Raja Silahisabungan dari Silalahi Nabolak. Lagi pula, sebahagian besar keturunan Raja Silahisabungan di Tolping / Pangururan bukan kalangan Silalahi saja. Keturunan Raja Silahisabungan tetap mengakui TAROMBO RAJA SILAHISABUNGAN (2 Istri dan 8 anak keturunannya) sebagaimana di Bona Pasogit, Silalahi Nabolak.

Kamis, 13 Januari 2011

Tarombo Marga Sipayung

Tarombo Silahi Sabungan di Huta Silalahi , Pakpak–Dairi  , mengurai bahwa Silahi Sabungan memiliki keturunan yang disebut “Siualu Turpuk“, yaitu : Lohoraja, Tungkirraja, Sondiraja, Butarraja, Dabaribaraja, Debangraja, Baturaja, Tambunraja. Sibagasan adalah anak dari Tungkirraja yang kemudian keturunannya memakai marga Situngkir. Keturunan Situngkir kemudian memakai marga lain sebagai marga keturunannya, yaitu : Sipangkar dan Sipayung.

Pada perkembangannya, keturunan Sipayung di Silalahi, Pakpak-Dairi, kemudian menyebar ke Samosir, Simalungun dan Tanah Karo (Sumatera Timur). Secara goegrafis, huta Silalahi Pakpak Dairi memang berbatasan dengan Kerajaan Purba di Simalungun.

Saya pernah membaca tulisan Kerajaan Purba Simalungun yang kemudian mengangkat marga Sipayung sebagai Panglima Goraha ( kepala pasukan kerajaan ) di kerajaan Purba karena kesaktiaanya. Sang Panglima kemudian dikawinkan dengan parboruon Kerajaan sehingga Sipayung menjadi Boru di Kerajaan Purba. Dari kisah ini kemudian kehadiran marga Sipayung di Kerajaan Purba diakui dan dianggap sebagai bagian dari Kerajaaan.

Kisah lain dari Simalungun, marga Sipayung kemudian mengikat perjanjian (padan) dengan marga Sinaga. Sehingga antara marga Sinaga dan Sipayung merupakan satu kesatuan dan diharamkan untuk saling kawin-mengawini ( sampai sekarang ini, perjanjian ini masih berlaku dibeberapa daerah di Simalungun Kahean).

Dengan demikian , sejak kesepakan perjanjian itu, keberadaan marga Sipayung di Simalungun tidak dipermasalahkan lagi oleh marga-marga di Simalungun.

Keturunan Sipayung telah diterima Simalungun. Bahkan di daerah Raya
Kahean, didapati sebuah perkampungan yang disebut Huta Payung, dimana kampung tersebut hanya dihuni (mayoritas) marga Sipayung. Meski secara tarikh tidak ada fakta yang jelas sejak kapan keberadaan marga Sipayung bermukim disana, yang jelas marga Sipayung sejak lama sudah eksis di Simalungun. Itu sebabnya, marga Sipayung saat ini juga masih banyak didapati sebagai tetua-tetua (sesepuh) kampung ataupun adat di Simalungun.

Pada masa eksodusan marga-marga dari Tapanuli dan Karo di Simalungun, sehingga mengakibatkan pengambilalihan tanah-tanah rakyat Simalungun oleh para pendatang dan hal ini sudah dianggap sangat membahayakan masyarakat Simalungun waktu itu.

Maka Raja Maropat di Simalungun (yaitu Raja : Raya, Siantar, Tanohjawa dan Purba) mengadakan Harungguan (rapat besar empat raja) yang kemudian mengeluarkan ultimatum : “hanya ada empat marga yang boleh memiliki tanah-tanah di Simalungun”, sedangkan marga-marga lain ( selain : Damanik, Purba, Saragih, Sinaga ) hanya sebagai pemakai atau pengusaha dan harus tunduk dengat aturan-aturan kerajaan Simalungun. Kondisi ini sempat mengakibatkan situasi yang mencekam di Simalungun , karena banyak terjadi pengusiran bahkan pembunuhan suku-suku pendatang di Simalungun.

Kondisi ini sangat berbeda dengan marga pendatang seperti Sipayung, karena marga Sipayung jauh sebelumnnya telah diterima dan memiliki perjanjian darah dengan marga Sinaga. Alhasil, banyak marga-marga keturunan Silahi Sabungan , seperti marga: Sihaloho, Situngkir, Silalahi dan lain-lain , kemudian mengakuisisi Sipayung dengan mengganti marga mereka menjadi Sipayung. Itu sebabnya kemudian di Simalungun menjadi suatu kebiasaan , jika seseorang bertanya ; “Sipayung apa?” , kemudian dijawab : “ Sipayung Silalahi, Sipayung Sihaloho, Sipayung Sinurat , dan sebagainya”.

Demikian halnya di Tanah Karo, keturunan Silahi Sabungan kemudian berafiliasi dengan marga Sembiring. Sehingga kemudian ada sebutan marga : Sembiring Sinulaki, Sembiring Keloko, Sembiring Sinupayung, dan sebagainya.

Bahkan lebih jauh, setelah ikatan perjanjian darah antara Sipayung dan Sinaga, banyak kemudian terjadi pertukaran marga karena umumnya beranggapan bahwa marga mereka adalah sama. Marga Sipayung kemudian mengganti marganya dengan Sinaga dan sebaliknya.

Pasca Revolusi Sosial di Simalugun (Maret 1946), dimana penguasa di Simalungun (Raja, Tuan) dan kerajaan-kerajaan di Simalungun dibumi hanguskan oleh para pemberontak (revolusioner) pro kemerdekaan yang menuntut sistem kerajaan (feodalisme) dihapuskan di Sumatera Timur dan segera menjadikan sistem pemerintahan Negara Sumatera Timur. Hanya dalam waktu semalam, kebiadaban itu terjadi. Beberapa kerajaan dan keluarga kerjaaan ,  Raja dan Tuan-tuan di Simalungun lenyap diculik dan dibunuh.

Pasca revolusi sosial, kemudian marga-marga pendatang yang sempat berafiliasi dengan marga-marga Simalungun kemudian memisahkan diri lagi dan kembali kepada klan marga-marga aslinya. Demikian halnya dengan marga-marga Sihaloho, Situngkir, Sinurat. Namun tidak sedikit pula yang tetap mempertahankan marga Sipayung sebagai marga keturunannya dan sampai sekarang ini keberadaan Sipayung di Simalungun sudah tidak ada bedanya sebagaimana keberadaan marga Damanik, Purba, Saragih dan Sinaga di Simalungun.

Oleh karena itu , bukan hal yang aneh jika saat ini ada marga Sipayung yang menyebutkan bahwa mereka adalah Sipayung Sihaloho, Sinurat, Situngkir, Silalahi atau sebagainya.

Karena kelamnya masa lalu tersebut, sehingga marga-marga ini harus mengganti marga mereka. Meski pada dasarnya mereka adalah satu keturunan, dari Silahi Sabungan.

Hanya saat ini , masih banyak marga-marga Sipayung belum begitu jelas akan kisah ini sehingga belakangan ini keturunan Sipayung banyak yang kemudian enggan menerima keberadaan mereka di parsadaan Silahi Sabungan karena memang mereka telah dilahirkan oleh Simalungun dan menjadi bagian dari darah-daging Simalungun.

Horas, Diateitupa, Mauliate, Mejuah-juah Kita Krina.